1. Shalat Tarawih
Pendapat yang populer dalam jumlah rakaat shalat malam yang dilakukan Rasulullah adalah sebagai berikut :
1. 11 rokaat terdiri dari 4 rokaat x 2 + 3 rokaat witir. Ini sesuai dengan hadist A'isyah yang diriwayatkan Bukhari.
2. 11 rokaat terdiri dari 4 rokaat x 2 + 2 rokaat witir + 1 witir. Ini sesuai dengan hadist Ai'syah riwayat Muslim.
3. 11 rokaat terdiri dari 2 rokaat x 4 & 2 rokaat witir + 1 witir. Ini juga diriwayatkan oleh Muslim.
4. Ada juga riwayat Ibnu Hibban yang mengatakan 8 rakaat + witir.
5. Ada juga riwayat yang mengatakan 13 rakaat termasuk witir.
Itu
adalah diantara riwayat-riwayat yang sahih shalat malam yang dilakukan
oleh Rasulullah. Khusus untuk bulan Ramadhan Rasulullah pernah shalat
berjamaah bersama sahabat, kemudian hari berikutnya beliau tidak lagi
melakukan hal yang sama, ketika ditanya alasannya, beliau menjawab
karena khawatir diwajibkan. Kemudian pada masa Umar bin Khattab, karena
orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat,
maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu disuruhlah agar
umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan imam Ubay
bin Ka'b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih,
artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selasai
melakukan shalat 4 rakaat.
Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan
pada saat itu : ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21
rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat. Khusus rakaat shalat tarawih, ada
juga yang mengatakan 36 rakaat plus 3 witir, ini diriwayatkan pada masa
Umar bin Abdul Aziz. Ada juga yang meriwayatkan 41 rakaat. Bahkan ada
yang meriwayatkan 40 rakaat plus 7 rakaat witir. Riwayat dari imam Malik
beliau melaksanakan 36 rakaat plus 3 rakaat witir.
Kebanyakan
masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi'i melaksanakan
shalat Tarawih 20 rakaat atau 11 rakaat, termasuk witir. Kedua cara ini
sama-sama mempunyai landasan dalil yang kuat. Shalat tarawih bisa juga
disebut shalat qiyamullail, yaitu shalat yang tujuannya menghidupkan
malam bulan Ramadhan. Penamaan shalat tarawih tersebut belum muncul pada
zaman Rasulullah s.a.w.
2. Shalat Tahajud
Salat
tahajud itu artinya salat malam setelah tidur sejenak. Tahajud berasal
dari bahasa Arab "tahajjud", dari kata dasar "hajada" yang berarti
"tidur" dan juga berarti "salat di malam hari". Orang yang melakukan
salat malam disebut "haajid". Jadi bertahajud artinya melakukan salat
sunat di malam hari, setelah tidur. Semua salat sunat yang dikerjakan di
malam hari setelah tidur, dengan demikian, disebut salat tahajud atau
salat malam (shalatullail). Shalat tahjud hukumnya sunnah muakkadah bagi
umat Islam. Bagi Rasulullah hukumnya sunnah.
Dalam
riwayat Muslim dikatakan "Sebaik-baik shalat setelah shalat fardlu,
adalah shalat pada malam hari". Jenisnya macam-macam, bisa salat hajat,
salat witir, salat tasbih, dan sunat mutlak, atau mungkin juga shalat
tarawih.
Dalam melakukan tahajud disunatkan
memulainya dengan salat sunat dua rekaat yang ringan (tidak panjang).
Kata Nabi saw: "Jika salah satu di antara kalian melakukan salat malam,
hendaknya memulainya dengan dua rekaat yang ringan".[Riwayat Muslim, Abu
Daud, dan Ahmad]. Setelah itu silahkan melakukan salat sepuasnya,
sekuatnya. Boleh berupa salat hajat (salat hajat ini boleh juga
dilakukan di siang hari), salat tasbih, atau salat sunat mutlak (sunat
mutlak ini maksudnya asal salat saja dua rekaat, niatnya salat sunat).
Semua salat dilakukan dua rekaat-dua rekaat. Kecuali salat witir yang
boleh disambung menjadi 3 rekaat, disertai tahiyat awal pada rekaat
kedua (sebelum berdiri menuju rekaat ketiga).
Salat
tahajud hendaknya diakhiri dengan salat witir. Jadi urutannya, witir
dilaksanakan paling akhir, sekiranya setelah itu tidak melakukan salat
lagi.
3. Shalat Witir
Di
antara madzhab-madzhab fikih, hanya Abu Hanifah yang berpendapat
wajibnya shalat witir. Sementara yang lain hanya menganggapnya sebagai
sunnat muakkad [kesunaatan yang benar-benar dianjurkan]. Bahkan kedua
murid Abu Hanifah sebagai pemegang otoritas utama madzhab Hanafiyah juga
beranggapan sama, yakni hanya sunnat muakkad.
Shalat
witir adalah "shalat ganjil", yang didasarkan pada hadits Nabi
Muhammad: "Sesungguhnya Allah adalah witr [ganjil] dan mincintai witr
[HR. Abu Daud]. Shalat ini dimaksudkan sebagai pemungkas waktu malam
untuk "mengganjili" shalat-shalat yang genap. Karena itu, dianjurkan
untuk menjadikannya akhir shalat malam.
Apabila
seseorang berkehendak untuk shalat tahajjud pada malam hari, maka
sebaiknya ia tidak menunaikan salat witir menjelang tidur, tapi
melaksanakannya setelah shalat tahajjud. Namun jika ia tidak bermaksud
demikian, maka sebelum tidur, ia dianjurkan untuk menunaikannya.
Walhasil, shalat witir adalah shalat yang dilaksanakan paling akhir
diantara shalat-shalat malam. Nabi Muhammad SAW mengatakan: "Jadikanlah
witir akhir shalat kalian di waktu malam". [HR. Bukhari]. "Barang siapa
takut tidak bangun di akhir malam, maka witirlah pada awal malam, dan
barang siapa berkeinginan untuk bangun di akhir malam, maka witirlah di
akhir malam, karena sesungguhnya shalat pada akhir malam masyhudah
("disaksikan") [HR. Muslim].
Adapun waktunya adalah
setelah shalat 'Isya hingga fajar. Kata Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya
Allâh telah membantu kalian dengan shalat yang lebih baik daripada
kekayaan rajakaya, yaitu shalat witir. Maka kemudian Allâh
menjadikannya untuk kalian [agar dilaksanakan] mulai dari 'Isya hingga
terbit fajar". [HR. lima sunan selain Annasâiy]
Sholat
witir boleh dilaksanakan tiga rakaat langsung dengan sekali salam, atau
dua rakaat salam kemudian dilanjutkan dengan satu rakaat.
Boleh
saja melaksanakan shalat tahajud, meskipun setelah shalat tarawih.
Sebaiknya dengan mengikuti shalat tarawih berjamaah, namun tidak
mengikuti shalat witir, sebab yang lebih afdal menempatkan shalat witir
di akhir shalat malam. Usai tahajud baru melaksanakan shalat witir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar