Kamis, 18 Juli 2013


Shalat Tarawih 4 Rakaat dengan 1 Kali Salam



Pada dasarnya memang shalat sunnah di malam hari itu 2 rakaat dengan satu kali salam, dan bukan 4 rakaat dengan satu salam. Ini sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

Shalat malam itu 2 (rakaat) 2 (rakaat), jika kalian takut akan datangnya subuh, maka shalatlah satu rakaat (witir) sebagai penutup. (Muttafaq Alaih)
Salah satu hikmah shalat Tarawih itu dilaksanakan 2 rakaat 2 rakaat, karena shalat tarawih itu shalat malam yang dilakukan secara berjamaah. Akan lebih mudah dan lebih ringan buat para Jemaah setiap 2 rakaat ditutup dengan salam. Karena akan terasa berat kalau harus menunggu 4 rakaat untuk salam.
Untuk masalah shalat tarawih 4 rakaat dengan satu salam sekaligus, ini masalah yang ulama belum sepakat, artinya masih berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada juga yang melarang. Tetapi Jumhur (mayoritas) Ulama membolehkan shalat dengan cara yang demikian.

Yang Membolehkan
Para ulama yang membolehkan berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau berkata:

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat 4 (rakaat) dan jangan kau tanyakan bagus dan panjangnya (shalat tersebut), kemudian beliau shalat 4 (rakaat), dan jangan kau tanyakan bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat 3 rakaat (witir) (Muttafaq Alayh)
Hadits ini menunjukkan atas kebolehan shalat malam 4 rakaat dengan satu salam, termasuk tarawih karena tarawih bagian dari shalat malam. Dan hadits Aisyah ini jelas tanpa perlu ditafsirkan apa-apa lagi.
Sedangkan hadits Ibnu Umar yang mengatakan bahwa shalat malam itu 2 rakaat 2 rakaat, itu menunjukkan ke-afdholan-nya, bukan untuk kewajiban. Artinya shalat sunnah malam hari itu afdholnya 2 rakaat dengan satu salam tapi boleh dikerjakan dengan 4 rakaat satu salam.
Karena shalat witir Nabi pun bervariasi. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah shalat witir langsung 3 rakaat dengan satu salam, pernah juga 5 rakaat dan 7 rakaat sekaligus. Kalau shalat sunnah malam itu harus 2 rakaat, pastilah Rasul memisahkan shalat witirnya 2 rakaat kemudian 1 rakaat, tapi tidak demikian, padahal witir juga termasuk shalat malam.
Aisyah berkata: Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah shalat malam sebanyak 13 rakaat didalamnya witir dengan 5 rakaat. Dia tidak duduk dalam witir tersebut kecuali dirakaat terakhir, kemudian salam. (HR Muslim, Abu Daud)

Yang Melarang
Ulama yang tidak membolehkan shalat tarawih dengan 4 rakaat satu salam berdalil dengan hadits Ibnu Umar yang telah diebutkan diatas tadi. Bahwa shalat malam itu 2 rakaat 2 rakaat. Dan juga beberapa hadits yang senada dengan hadits Ibnu Umar itu.
Adapun hadits Aisyah yang mengatakan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dengan 4 rakaat 4 rakaat kemudian ditutp dengan 3 rakaat witir, hadits ini menurut mereka ialah hadits yang masih umum. Dan dikhususkan dengan hadits Ibnu Umar tersebut.
Menurut mereka maksud 4 rakaat dalam hadits Aisyah tersebut ialah Nabi shalat 2 rakaat satu salam begitu seterusnya, dan ketika sampai pada 4 rakaat beliau beristirahat. Bukan salam ketika setiap 4 rakaat.
Namun pendapat ini juga masih harus didiskusikan lagi. Karena kalau memang demikian kenapa shalat witir Nabi -sebagaimana banyak riwayat- itu beberapa kali dikerjakan dengan 3 rakaat sekali salam, tidak 2 rakaat kemudian salam. Bahkan 5 rakaat satu salam. Padahal shalat witir itu juga shalat malam, sebagaimana dijelaskan diatas tadi.
Wallahu Alam.

Berikut apa kata ulama 4 mazhab tentang shalat tarawih 4 rakaat dengan satu salam:

Mazhab Hanafi:
Jika seseorang itu shalat tarawih seluruhnya dengan hanya 1 salam saja, dan duduk tasyahud disetiap 2 rakaat, maka shalatnya itu sah, karena ia telah memenuhi rukun dan syarat-syarat shalatnya. Karena (menurut mazhab hanafi) memperbaharui takbir-Ihrom disetiap 2 rakaat itu bukan syarat shalat, tetapi ini dimakruhkan karena tidak sesuai dengan apa yang diwariskan sejak dulu. (Badai Al-Shanai 1/289, Radd Al-Muhtar 1/474)

Mazhab Maliki:
Shalat tarawih disunnahkan untuk dikerjakan 2 rakaat dengan satu salam. Dan makruh hukumnya untuk mengakhirkan salam samapi rakaat ke empat. Yang lebih afdhol itu salam distiap 2 rakaat. (Hasyiyatu Al-Adwi 1/353)

Mazhab Syafii:
Jika seseorang melaksanakan shalat tarawih dengan 4 rakaat satu salam, shalatnya tidak sah. Batal kalau dia mengerjakan itu dengan sengaja dan tahu (bahwa itu tidak sah). Tetapi tidak mengapa jika itu sunnah mutlak dan bukan tarawih. Karena kalau tarawih dikerjakan dengan 4 rakaat itu menyerupai shalat Fardhu dalam hal kesamaannya untuk dilakukan secara berjamaah. (Nihayatul Muhtaj 2/123, Ansal-Matholib 1/201)

Mazhab Hambali:
Ulama Hambali banyak yang tidak membicarakan masalah ini dalam kitab-kitab mereka. Hanya saja ada sedikit dibicarakan oleh Al-Mardawi dalam kitabnya Al Inshaf:
Sesungguhnya yang Afdhal dalam melaksanakan shalat sunnah di siang dan malam hari itu 2 rakaat satu salam. Dan kalau lebih dari 2 rakaat itu sah. Dan bahkan sampai 8 rakaat di malam hari dan 4 rakaat di siang hari, dan inilah (pendapat) mazhab (hambali). (Al-Inshaf 2/132)
Wallahu A’lam

Ustadz Zarkasih Ahmad, S.Sy.

Rabu, 10 Juli 2013

 Sholat Tarawih + Witir, Sholat Tahajud + Witir.



Ada yang bertanya mengenai shalat tahajjud di bulan ramadhan, setelah kita melaksanakan shalat taraweh dan witir apakah  kita masih dibolehkan untuk bertahajjud lagi tengah malamnya?


Tahajjud juga disebut dengan qiyamullail, sebagaimana firman Allah swt :

 وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
Artinya : ”Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.” (QS. Al Israa ” 79)

Juga firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ ﴿١﴾
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٢﴾
نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ﴿٣﴾
Artinya : ”Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya) (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” (QS Al Muzammil : 1 -3)

Namun demikian ada juga yang mengatakan bahwa tahajjud dikerjakan pada pertengahan atau akhir malam dan dilakukan setelah orang itu bangun dari tidur. Sedangkan qiyamullail bisa dilakukan di awal, pertengahan atau akhir malam dan tidak mesti setelah bangun dari tidur.

Adapun shalat tarawih maka para ulama juga menyebutnya dengan qiyamullail di bulan ramadhan yang dilakukan setelah menunaikan shalat isya dengan memanjangkan berdirinya. Ia bisa juga disebut dengan tahajjud. Dinamakan tarawih dikarenakan terdapat istirahat setelah dua kali salam. Shalat tarawih ini merupakan sunnah muakkadah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang melakukan qiyamullail (tarawih) dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka dihapuskan dosa-dosanya yang lalu.”

Tentang witir sendiri hukumnya adalah sama baik pada bulan ramadhan maupun diluar bulan ramadhan, yaitu tidak ada dua witir dalam satu malam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam yang lima kecuali Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada dua witir dalam satu malam.” juga hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah kecuali Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jadikanlah akhir shalat kalian pada malam hari adalah witir.”

Maka bagi siapa yang telah melakukan shalat tarawih dan witir bersama imam lalu dirinya ingin melakukan kembali shalat malamnya maka hendaklah dia melakukan shalat qiyamullailnya saja (genap) tanpa melakukan witir lagi berdasarkan hadits-hadits diatas, demikian menurut para ulama Hanafi, Maliki, Hambali dan pendapat yang masyhur dari para ulama Syafi’i. Dalil lainnya yang dipakai mereka adalah apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ummu Salamah bahwa Nabi saw melakukan shalat dua rakaat setelah witir.” Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini juga diriwayatkan dari Abu Umamah, Aisyah dan sahabat lainnya dari Rasulullah saw.

Ada juga cara kedua yang merupakan pendapat para ulama Syafi’i—kitab ”al Mausu’ah al Fiqhiyah (2/9827)”—yaitu hendaklah orang itu mengawalinya dengan melakukan shalat sunnahnya satu rakaat untuk menggenapkan witir yang telah dilakukan sebelumnya kemudian melakukan shalatnya yang genap sekehendaknya kamudian ditutup dengan witir. Hal ini diriwayatkan dari Utsman, Ali, Usamah, Sa’ad, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas sebagaimana ditegaskan oleh Imam Nawawi dan Ibnu Qudamah. Dan dalil yang bisa jadi digunakan mereka adalah hadits,”Jadikanlah akhir shalat kalian pada malam hari adalah witir.”

Wallahu A’lam

Selasa, 09 Juli 2013

Kiat bangun malam 

 

A. Persiapan Umum

1. Memelihara keinginan untuk senantiasa bangun malam, perkuatkan niat untuk bangun malam sebelum tidur.
2. Jangan makan terlalu banyak makan yang akan membuat perut terasa kenyang dan mengantuk.
3. Mengusahakan tidur pada siang hari beberapa saat.
4. Menjaga pandangan.
5. Menjaga diri dari berbuat maksiat.
6. Melaksanakan shalat fardhu (diutamakan shalat berjamaah di masjid), iringi dengan mengerjakan shalat rawatib.
7. Berinteraksi dengan orang-orang yang dapat membuat kita ingat kepada Allah

B. Persiapan Menjelang Tidur

Setelah melaksakanakan shalat isya (diutamakan berjamaah di masjid bagi laki-laki), lakukan aktivitas seperlunya yang bermanfaat dan diridhoi Allah. Upayakan jangan terlalu malam untuk beranjak tidur (kecuali dalam hal-hal yang baik).
“Bahwasanya Rasulullah saw membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebelum tidur bila memungkin lakukan hal berikut:

1. berwudhu’ terlebih dahulu,
Rasulullah saw bersabda kepada Al-Barra’ bin Azib: “Jika engkau akan pergi ke tempat tidurmu, hendaklah engkau berwudhu seperti wudhu untuk sholat.” (Muttafaq Alaih).
“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Bukhari)

2. bila memungkin lakukan shalat sunnah dua rakaat dan bila khawatir bangun menjelang adzan shubuh yang menyebabkan tidak melaksanakan shalat malam laksanakan shalat witir 3 atau 1 rakaat.
3. upayakan untuk senantiasa mengevaluasi diri atas apa yang telah dikerjakan sebelumnya.
4. membersihkan tempat tidur
“Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan ‘bismillah’, karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan Abu Dawud).

5. Pasang Alarm (Siapa ya yang akan bangun duluan, alarm atau kita?)

6. Lakukan tidur dengan posisi tubuh miring ke kanan

Sabda Rasulullah saw kepada Al-Barra’ bin Azib: “Jika engkau akan pergi ke tempat tidurmu, hendaklah engkau berwudhu seperti wudhu untuk sholat, kemudian tidurlah di atas lambung kananmu.” (Muttafaq Alaih).

“Rasulullah saw apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Dari Al Barra' bin Azib ra berkata, "Apabila Rasulullah saw berada pada tempat tidurnya dan akan tidur maka beliau miring ke sebelah kanan, kemudian membaca: "Allahumma aslamtu nafsii ilaika wawajjahtu wajhi ilaika wafawwadhtu amrii ilaika wa alja'tu zhahrii ilaika raghbatan warahbatan ilaika laa malja-a walaa manja-a minka illaa ilaika. Aamantu bikitaabikalladzii anzalta wanabiyyikal ladzii arsalta (Wahai Allah, saya menyerahkan diriku kepada-Mu, menghadapkan mukaku kepada-Mu, menyerahkan semua urusanku kepada-Mu, dan menyandarkan punggungku kepada-Mu dengan penuh harapan dan takut kepada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari siksaan-Mu kecuali hanya kepada-Mu. Saya beriman dengan kitab yang Engkau turunkan dari nabi yang Engkau utus." (HR. Bukhari).

Abu Huraira ra berkata, Rasulullah saw melewati orang yang sedang tidur dengan posisi tengkurap, beliau membangunkan orang itu dengan kakinya dan berkata, “Ini adalah posisi yang tidak disukai Allah.” (HR. Ahmad).

“Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud)

7. membaca do'a sebelum tidur,

Rasulullah saw jika mau tidur berdoa, " Bismika Allahumma Amut wa Ahyaa" (Dengan nama-Mu ya Allah aku mati dan hidup), bila bangun tidur berdoa," Alhamdulillahillazi ahyana ba'da maa ama tanaa wa ilayhinnusur." (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami mati, dan kepada-Nya kami kembali." (HR. Muslim).

Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abu Thalib dan Fatimah yang meminta pembantu kepada beliau, “Maukah kalian berdua aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian berdua minta? Kalian berdua hendak tidur, bacalah tasbih (subhanallah) sebanyak tiga puluh kali, bacalah hamdalah (alhamdulillah) sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bacalah takbir (Allahu Akbar) sebanyak tiga puluh empat kali. Itu semua lebih baik bagi kalian berdua dari pada pembantu. (HR. Muslim)

Kemudian membaca surat Al Fatihah, lima ayat pertama surat Al Baqarah, ayat kursi, dan surat Al-Baqarah 2 ayat terakhir (2: 285-286).

Rasulullah saw membaca doa terakhir sebelum tidur : Bismikarabbii wa dho’tu jambii wa bika arfa’uhu in amsakta nafsii farhamhaa wa in arsaltahaa fahfazhhaa bimaa tahfazha bihi ‘ibaadakasshaalihiin (Dengan Nama-Mu, ya Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).


C. Ketika Bangun Malam

1. Membaca do’a bangun tidur dan dilanjutkan dengan membaca QS. Ali Imran dari ayat 190 sampai akhir surat.
2. Segera berwudhu, jangan lupa bersiwak (menggosok gigi)
3. lakukan shalat dua rakaat yang ringan (pendek)
4. bangunkan keluarga, tetangga dan teman
5. jika mengantuk jangan lakukan shalat, tidurlah sesaat.
6. Manfaatkan malam untuk shalat, tilawah (membaca Al Qur’an), berdzikir, beristighfar, dan panjatkan doa sesuai dengan keinginan masing-masing (tentu permohonan yang baik bagi kehidupan di dunia dan akhirat)
7. Jangan lupa shalat Shubuh.


Mudah-mudahan kita bisa bangun malam dan mampu menikmati kelezatan bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah.

Bahayanya Tidur Setelah Makan Sahur 

 

Tidur setelah sahur memang tidak haram tetapi banyak ulama berpendapat bahwa tidur setelah makan sahur sebaiknya tidak di lakukan. Nabi Muhammad SAW telah memberikan tuntunan bahwa makan sahur jangan ditinggalkan dan dianjurkan untuk diakhirkan waktunya jadi sampai menjelang subuh atau waktu imsyak..

Rasulullah SAW tidak langsung tidur setelah makan. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. Caranya bisa juga dengan shalat.

Rasulullah SAW bersabda,"Cairkan makanan kalian dengan berdzikir kepada Allah SWT dan shalat, serta janganlah kalian langsung tidur setelah makan, karena dapat membuat hati kalian menjadi keras."(HR Abu Nu'aim dari Aisyah r.a.).

Dari sisi ilmu gizi dan kesehatan, tidur setelah makan sangat tidak dianjurkan bahkan dalam kategori dilarang karena dampak buruknya sangat banyak antara lain Menurut Pramono, ahli gizi dari RSUD Ulin Banjarmasin perut akan jadi buncit karena saat tidur tubuh jadi hemat energy dan secara otomatis lemak akan mudah tertimbun di perut kita.

Akan terjadi refluks, karena makanan belum dicerna maka bisa berbalik dari lambung ke kerongkongan (atau biasa disebut refluks) karena pengaruh gravitasi akibat kita tidur. Jika terjadi refluks maka asam lambung akan naik dan melukai kerongkongan. Karena mengalami luka, kerongkongan akan terasa panas seperti terbakar, dan mulut pun terasa pahit.

Tidur sehabis sahur juga bisa mengakibatkan gangguan pencernaan. Normalnya isi lambung/maag akan kosong kembali sekitar dua jam setelah kita makan, tapi kalau posisi tubuh kita berada pada posisi baring, maka proses pengosongan lambung/maag akan terhambat/terlambat. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya gangguan pencernaan seperti mencret atau sembelit tergantung bahan makanan yang kita makan.

Meningkatnya risiko terkena stroke karena berdasarkan penelitian ditemukan bahwa orang yang memiliki jeda paling lama antara makan dan tidur mempunyai risiko terendah untuk mengalami stroke.

"Jika seandainya kita masih ingin tidur setelah makan sahur, sebaiknya diatur saja minimal 2 jam setelah makan sahur baru tidur," saran Pramono seperti dituliskannya di grup facebook Gerakan Sadar Gizi.

Bahaya Tidur Pagi Menurut Para Ulama 

 

Kita telah ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah dan di antara waktu yang kita diperintahkan untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, pada kenyataannya kita banyak melihat orang-orang melalaikan waktu yang mulia ini. Waktu yang seharusnya dipergunakan untuk bekerja, melakukan ketaatan dan beribadah, ternyata dipergunakaan untuk tidur dan bermalas-malasan.

Saudaraku, ingatlah bahwa orang-orang sholih terdahulu sangat membenci tidur pagi. Kita dapat melihat ini dari penuturan Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur yaitu bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan.

Waktu tidur yang paling bermanfaat yaitu :

[1] tidur ketika sangat butuh,

[2] tidur di awal malam –ini lebih manfaat daripada tidur di akhir malam-,

[3] tidur di pertengahan siang –ini lebih bermanfaat daripada tidur di waktu pagi dan sore-. Apalagi di waktu pagi dan sore sangat sedikit sekali manfaatnya bahkan lebih banyak bahaya yang ditimbulkan, lebih-lebih lagi tidur di waktu ‘Ashar dan awal pagi kecuali jika memang tidak tidur semalaman.

Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang sholih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barokah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah)

BAHAYA TIDUR PAGI [1]

[Pertama] Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur'an dan As Sunnah.

[Kedua] Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.

[Ketiga] Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.

[Keempat] Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.

Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, "Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya." (Miftah Daris Sa'adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

[Kelima] Menghambat datangnya rizki.

Ibnul Qayyim berkata, "Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat." (Zaadul Ma’ad, 4/378)

[Keenam] Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222)

Senin, 08 Juli 2013

Mencium Istri Ketika Berpuasa


Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan syariat yang sempurna kepada umatnya. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Apakah boleh saling mencumbu antara suami istri saat puasa? Bolehkah pula seorang suami mencium istrinya di siang hari berpuasa? Bahasan ini semoga bisa memberikan jawaban.
Orang yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari terjerumus pada hal yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani.[1]

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani”.[2]

Dalil-dalil berikut menunjukkan bolehnya bercumbu dengan istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِهِ .
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.[3]

Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar Bin Al Khaththab, beliau berkata,
هَشَشْتُ يَوْما فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْراً عَظِيماً قَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ ». قُلْتُ لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَفِيمَ »
“Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku berkata, "Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?" Aku menjawab, "Seperti itu tidak mengapa." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Lalu apa masalahnya?"[4]

Masyruq pernah bertanya pada ‘Aisyah,
مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنْ اِمْرَأَته صَائِمًا ؟ قَالَتْ كُلُّ شَيْء إِلَّا الْجِمَاعَ
Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika puasa? ‘Aisyah menjawab, ‘Segala sesuatu selain jima’ (bersetubuh)’.[5]

Apakah yang tua dan muda boleh mencumbu (mubasyaroh) atau mencumbu istrinya ketika puasa?
An Nawawi berkata, “Adapun orang yang bergejolak syahwatnya, maka haram baginya melakukan semacam ini, menurut pendapat yang paling kuat dari Syafi’iyah. Ada pula yang mengatakan bahwa hal semacam ini dimakruhkan yaitu makruh tanzih (tidak sampai haram).
Sedangkan Al Qodhi mengatakan, “Sekelompok sahabat, tabi’in, Ahmad, Ishaq dan Daud membolehkan secara mutlak bagi orang yang berpuasa untuk melakukan semacam ini. Adapun Imam Malik memakruhkan hal ini secara mutlak. Ibnu Abbas, Imam Abu Hanifah, Ats Tsauriy, Al Auza’i dan Imam Asy Syafi’i melarang hal ini bagi pasangan muda dan dibolehkan bagi yang sudah berusia senja. Pendapat terakhir ini juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Malik. Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik rahimahullah tentang bolehnya hal ini ketika melakukan puasa sunnah dan tidak bolehkan ketika melakukan puasa wajib.
Namun, mereka bersepakat bahwa melakukan semacam ini tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu. Para ulama tersebut berdalil dengan hadits yang sudah masyhur dalam kitab Sunan yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana pendapatmu seandainya engkau berkumur-kumur?’ Makna hadits tersebut: Berkumur-kumur adalah muqodimah dari minum. Kalian telah mengetahui bahwa melakukan hal tersebut tidaklah membatalkan puasa. Begitu pula dengan mencium istri adalah muqoddimah dari jima’ (bersetubuh), juga tidak membatalkan puasa.”[6]

Kesimpulan
Pendapat yang lebih hati-hati, jika memang yakin tidak bisa menahan syahwat, maka sebaiknya tidak mencumbu istri. Masih ada waktu yang begitu longgar di malam hari. Namun jika yakin mampu menahan syahwat, maka tidak apa-apa mencumbu istri. Tetapi dengan catatan, puasanya batal jika mencumbu istri lantas keluar mani. Jika keluarnya hanya madzi, maka tidak batal puasanya menurut pendapat paling kuat di antara para ulama sebagaimana hal ini pernah kami sampaikan.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.